Saat mengantuk, naik kereta atau
menonton film yang membosankan bisa saja membuat orang tertidur tanpa sengaja.
Tapi hal ini tidak boleh terjadi pada Emma Chell, karena ketiduran bisa
membunuhnya.
Emma adalah satu satu dari 200 orang
di dunia yang menderita congenital central hypoventilation syndrome (CCHS).
Sindrom langka ini membuat Emma berhenti bernapas setiap kali tertidur, yang
berarti tertidur bisa kapan saja membunuhnya.
Congenital central hypoventilation
syndrome (CCHS) atau Ondine’s curse membuat penderitanya ‘lupa’ bernapas setiap
kali tertidur karena kesalahan dalam refleks saraf yang mengontrol pernapasan.
CCHS bisa merupakan penyakit bawaan
sejak lahir atau dikembangkan karena trauma tulang belakang parah, seperti
kerusakan pada batang otak, stroke atau komplikasi bedah saraf. Orang dengan CCHS
umumnya memerlukan trakeostomi dan ventilasi mekanik untuk bertahan hidup.
Hidup dengan kondisi CCHS membuat
Emma tidak boleh tertidur di meja, menginap di rumah teman atau tertidur di
kendaraan. Satu-satunya cara untuk membuatnya tetap hidup adalah dengan
menggunakan masker ventilator khusus yang bisa membantunya untuk bernapas saat
tidur.
“Ini menjadi suatu kesadaran
sekarang karena saya memiliki kondisi ini seumur hidup. Saya tidak pernah bisa
tertidur secara tidak sengaja karena itu bisa membunuh saya. Jika mengantuk di
siang hari, saya akan berjalan-jalan dan mencoba menyegarkan diri,” jelas Emma
Chell (24 tahun), seperti dilansir Dailymail, Jumat (30/9/2011).
Emma mengatakan tidur malam yang
baik benar-benar penting baginya dan ia tidak boleh minum alkohol tanpa
didampingi ayah dan ibunya, karena mereka takut Emma mabuk dan pingsan.
Emma menghabiskan dua tahun pertama
hidupnya di rumah sakit sementara dokter mencoba mencari tahu mengapa ia
tiba-tiba berhenti bernapas.
Hanya 1 dari 200.000 anak lahir
dengan kondisi CCHS, tetapi hanya sekitar 200 orang di dunia saat ini yang
hidup kondisi langka ini memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Emma
adalah salah satu dari 30 penderita CCHS yang ada di Inggris.
“Kehamilan saya sepenuhnya normal
sampai saat ia dilahirkan. Dia segera menjadi biru dan dibawa ke unit
neo-natal. Pada awalnya, para dokter hanya ingin memantau, tetapi mereka
menemukan bahwa setiap kali ia tidur, ia akan berhenti bernapas, kadar
oksigennya akan turun dan mereka harus membangunkannya lagi,” kenang Carole (51
tahun), ibunda Emma yang tinggal di Cheadle, Staffordshire.
Menurut Carole, tidak ada dokter
atau perawat yang pernah melihat kondisi seperti itu sebelumnya. Akhirnya, Prof
Peter Fleming, profesor pediatri di Bristol Children’s Hospital mendiagnosis
Emma dengan salah satu kasus pertama Inggris dari CCHS.
Emma menjalani operasi trakeostomi
untuk memasukkan pipa napas ke lehernya, tetapi dokter masih terlalu takut
untuk membiarkan dia pulang bersama orangtuanya. Emma harus menunggu hingga
berumur 2 tahun hingga dokter memperbolehkannya pulang ke rumah.
Akhirnya, Carole dan suaminya David
(56 tahun) dilatih untuk menggunakan mesin ventilasi dan monitor oksigen yang
memungkinkan Emma tidur.
Dengan kondisi yang begitu langka,
para dokter tidak tahu apa yang akan terjadi atau apakah harapan hidup masih
ada. Emma harus menggunakan ventilasi hampir 24 jam sehari sehingga tidak ada
cara untuk tak membiarkannya pulang.